Senin, 26 Agustus 2013

MEMPERKUAT MODEL PERENCANAAN DAERAH

(Studi kasus Kabupaten Halmahera Utara)

Sebagai bagian dari sistim manajemen atau fungsi manajemen, perencanaan memiliki peranan yang sangat besar dan bersifat mutlak. Sebagian besar dari tindakan manusia didasarkan pada perencanaan, bahkan setiap tindakan manusia adalah hasil dari sebuah proses pemikiran yang kompleks, dan perencanaan adalah bagian yang tak terpisahkan dari proses tersebut.
Kita semua menyaksikan, bahwa sebelum era desentralisasi, peran pemerintah pusat sangat besar dalam menentukan arah dan sasaran pembangunan. Pemerintah daerah hanya merupakan perpanjangan tangan dari pemerintah pusat dan mengeliminasi aspirasi masyarakat baik langsung maupun tidak langsung.
Namun, setelah terjadinya perubahan paradigma pembangunan dimana pemerintah daerah diberikan kewenangan yang luas, proses  perencanaan masih juga tidak luput dari permasalahan  yang krusial dan signifikan. Reformasi kelembagaan politik kepemerintahan belum berjalan dengan baik. Sistem perencanaan belum dilandasi suatu dasar hukum yg kuat sehingga rule of the game belum tercipta.
Ketiadaan perangkat peraturan yang jelas dan mengikat membuat sistim perencanaan pembangunan belum menghasilkan sinergitas dalam berbagai upaya pembangunan di berbagai tingkatan, sektor dan daerah. Tetapi tentunya kita masih mempunyai kesempatan untuk memperbaiki atau meluruskan kekeliruan kita selama ini. Disadari sepenuhnya bahwa dalam Perencanaan selalu dipengaruhi oleh perkembangan politik pemerintahan, social ekonomi dan teknologi, serta paradigma perencanaan itu sendiri, sehingga diharapkan bahwa dalam perencanaan itu sendiri harus disusun sedemikian rupa sehingga mampu merespon permasalahan social ekonomi dan politik yang berkembang sangat dinamis.
Kay and adler dalam Ernan Rustiadi dkk (2009), Perencanaan adalah suatu proses menentukan apa yang ingin dicapai di masa yang akan datang serta menetapkan tahapan-tahapan yang dibutuhkan untuk mencapainya. Hal ini dapat dipahamai bahwa setiap perencaan membutuhkan proses yang tentunya proses tersebut tersebut terikat dengan waktu. Sebuah proses yang terikat dengan waktu tersebut memaksa para perencana untuk bisa menentukan langkah yang tepat dengan pemanfaaatan setiap sumber daya secara efektif dan efisisen. Dengan demikian kaitannya dengan proses perencanaan pembangunan di daerah konsep dasar ini harusnya dipahami dan diplikasikan dengan baik. Artinya, pemerintah daerah harus mampu menentukan apa yang ingin dicapai pada masa akan dating tentuknya dengan menetapkan langka-langka strategis dengan patokan waktu tertentu sehingga mudah dievaluasi.
Dalam Undang-undang no. 25 tahun 2004 tentang Sisitim Perencanaan Pembangunan Nasional batasan mengenai Rencana pembangunan jangka Menengah (RPJM) adalah dokumen perencanaan untuk periode 5 (lima) tahun. RPJM juga sering disebut sebagai agenda pembangunan karena menyatu dengan agenda pemerintah yang sedang menjabat sebagai kepala daerah. Visi pembangunan jangka panjang menjadi koridor pem ri arah dan batasan pembangunan daerah jangka panjang yang dapat dijabarkan dalam periode pembangunan yang lebih singkat.
Sesuai dengan Undang-Undang Sisitim perencanaaan Pembangunan nasional bahwa RPJM daerah ditetapkan melalui Peraturan kepala Daerah, apabila substansinya merupakan rencana kerja lima tahun yang akan dijadikan acuan bagi pemerintah daerah didalam penyelenggaraan pembangunan daerah, sesuai dengan penjabaran visi, misi dan program prioritas dari kepala daerah terpilih dalam kurun waktu lima tahun yang akan dating. Sementara itu menurut undang-undang No. 32 tahun 2004, RPJMD dapat ditetapkan dengan Peraturan Daerah, apabila substansi RPJMD terkait dengan pendanaan penyelenggaraan pembangunan daerah khususnya yang terkait dengan sumber pendanaan APBD, yang harus dipertanggungjawabkan oleh kepala daerah kepada lembafa legislative daerah (DPRD). Sehingga dapat dipahami bahwa legalitas dari dokumen RPJM tergantung pada substansinya dan kesepakatan antara pemerintah daerah dengan DPRD.


Pola Perencanan Daerah
Skema perencanaan pembangunan daerah terpusat pada Bappeda sebagai lembaga teknis daerah yg diserahi tupoksi untuk mengawal perencanaan daerah. Sebagai instansi perencana tentunya harus mampu mensinkronkan setiap program yang ada disetiap dinas yang tersebar  pada pemerintah daerah.Sementara itu, masing-masing intansi yang memiliki program tentunya memiliki juknis tersendiri mengingat untuk beberapa instansi teknis seperti pertanian, kehutanan, pendidikan dan selanjutnya selalu disertai dengan regulasi yang berbeda. Hal ini hanya coba menggambarkan secara  nyata begitu rumitnya persoalan sinkronisasi program pada instansi pemerintah daerah. Lain halnya dengan bagaimana upaya pemerintah daerah untuk menghimpun aspirasi masyarakat lewat program yang coba diterima dari bawah yang sering kita sebut groos root.
Musyawarah Rencana Pembangunan Daerah (Musrembang) merupakan salah satu wadah yang digunakan untuk menyaring aspirasi gross Root. Musrembang diharapkan mampu menjadi wadah penyambung lidah masyarakat karena untuk beberapa waktu, masyarakat seperti tidak pernah dilibatkan dalam proses perencanaan daerah. Suatu model perencanaan Bottom-Up yang coba dikembangkan akhir-akhir ini. Namun seiring berkembangnya konsep-konsep perencanaan pembangunan, kaidah-kaidah perencanaan bottom up sepertinya tidak memberikan hasil/dampak yang nyata untuk masyarakat. Karena ternyata dalam tahapan musrembang desa, musrembang kecamatan, musrembang kabupaten hingga musrembang provinsi, aspirasi masyarakat seperti tenggelam dalam tiap tingkatan musrembang. Apa sebenarnya yang salah dalam tahapan ini?padahal tahapan oleh musrembang ini melibatkan berbagai pihak pihak baik dari pemerintah daerah (eksekutif – legislative), lembaga swadaya masyarakat, tokoh masyarakat bahkan tokoh pemuda terlibat didalamnya.
Melihat permasalahan diatas, sudah dapat dipastikan bahwa Bappeda sebagai pilar perencanaan daerah harus bekerja keras dalam memecahkan persoalan ini. Persoalan Regulasi perencanaan, Strategi Perencaanaan ditingkat instansi Pemerintah Daerah, perencanaan ditingkat masyarakat akan menjadi beban yang tidak mudah apalagi ditamb beban evaluasi kinerja dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Dikatakan beban karena sepertinya setiap laporan pertanggung jawaban penyelenggaraan pemerintah daerah yang menjadi dokumen wajib evaluasi harus dilaporkan secara rutin kepada pemerintah pusat. Ditambah lagi ketika harus menghadapi persoalan problematic misalnya keterbatasan dana dan juga permasalahan dinamika politik didaerah. Karena ternyata perencanaan dimaksud sering terjebak dalam realitas politik.Dalam situasi tersebut, salah satu tantangan dalam penyusunan dokumen perencanaan adalah menentukan program maupun kegaitan yang akan dilakukan pada masa yang akan datang berdasarkan skala prioritas yang tepat.
Selain penetapan prioritas masalah, PKKOD-LAN (2008) menyebutkan ada beberapa aspek yang menadi bahan pertimbangan pertimbangan daerah sebelum membuat dokumen perencanaan antara lain :
  1. Sumber Daya (termasuk sumber daya alam) yang dimiliki.
  2. Kondisi Sosial
  3. Kebudayaan/adat istiadat setempat
  4. Sumber Daya manusia yang ada
  5. Tingkat perekonomian masyarakat
  6. Tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan.

Selanjutnya disebutkan bahwa dalam perencanaan pembangunan daerah didasarkan pada data dan informasi yang akurat dan dapat dipertanggung jawabkan (pasal 152 UU no. 32 Tahun 2004). Hal ini menyiratkan bahwa untuk menjamin pola perencanaan yang baik, maka perlu diperhatikan persoalan-persoalan yang menajdi cirri khas suatu daerah seperti yang terinci dalam keenam aspek perencaan diatas. Pemerintah pusat seharusnya tidak menggenarkan setiap konsep perencaan kepada seluruh pemerintah daerah.
Hal menarik terjadi di Halmahera Utara, dimana sejak dimekarkan pada tahu 2003 belum memiliki dokumen perencanaan yang disahkan oleh oleh Kepala daerah bahkan dibahas di DPRD. Dokumen RPJMD belum pernah tersusun dan terlegitimasi sehingga pemerintah daerah tidak memiliki dasar hokum perencanaan. Namun pemerintahan tetap berjalan hingga pada tahun 2008 pemerintah daerah bekerjasama dengan ITTC suatu lembaga konsultan dibindang pengembangan sumber daya manusia menyusun Grand Strategi Daerah untuk menjadi guidance  bagi pemerintah daerah. Lembaga ini berhasil mengubah mind set pemerintah daerah dari instansi pemerintah daerah memiliki kecenderungan organisasi  dengan panduan/ pedomans masing2 menjadi suatu organisasi pemerintah  yang lebih networking. Hal ini ditandai dengan pemetaan urusan dinas yang kemudian dibuat sebuah denah berupa jarring kerja yang teratur, penetapan sasaran dan program pada masing-masing dinas yang mengerucut pada grand strtegi daerah.
 Pertanyaannya, dimana peranan RPJMD yang seharusnya disusun oleh pemerintah daerah?apa yang harus dievaluasi oleh pemerintah pusat jika RPJMD tidak disusun. Jawabnnya laporan evaluasi tetap disampaikan namun diragukan keakuratan datanya. Karena indicator evaluasi dari pemerintah pusat yang seharusnya mengevaluasi apa yang ada di RPJMD tidak dapat tercapai. Sementara itu Bappeda Halmahera Utara yang seharusnya dapat mengukur kinerja pemerintah daerah ternyata tidak mampu melakukannya karena hanya secara formalitas sibuk mengurus dokumen evaluasi kinerja pemerintah daerah yang begitu banyak seperti LPPD,LKPJ, LAKIP dstnya. Jadi prinsipnya laporan evaluasi tersebut dapat terlaksana tetapi tidak akurat. Perencanaan daerah pun menjadi terbengkali.
Jadi sebetulnya yang perlu dilakukan peninjauan kembali bukan pada seberapa banayak regulasi yang harus diubah atau ditambah, tetapi bagaimana melihat persoalan yang sebenarnya yang ada dipemerintah daerah baik persoalan intern pemerintah maupun eksternal pemerintah daerah. Apakah pemerintha daerah bias melakukan inovasi dalam melakukan perencanaan. Karena seperti dicontohkan di Kabupaten Halmahera Utara, Konsep Pengembangan sumber daya manusia melalui perubahan mind set para aparatur lebih ampuh sehingga grans Strategi pemerintah daerah dapat tersusun dengan baik, bahkan menajdi acuan sampai sekarang, meskipun RPJMD kabupaten baru disahkan pada tahun 2011.

Kesimpulan
Mengelola perencanaan pembangunan daerah adalah hal yang tidak mudah. Perlu ada sinkronisasi antar pemerintah pusat dan daerah, sehingga capaian program, baik nasional maupun daerah dapat secara merata dirasakan oleh masyarakat secara luas. Lembaga teknis dalam hal ini Bappeda juga harus mampu mensinkronkan program ditingkat instansi Pemerintah Daerah sehingga Program Prioritas ketika dalam penjabarannya tidak tumpang tindih.Dari tulisan diatas paling tidak ada beberapa hal yang harus menjadi kajian kembali antara lain :
  1. Regulasi yang mendukujng perencanaan pembangunan baik ditingkat pusat maupun daerah harus diperjelas, sehingga tidak ada salah tafsir dtingkat daerah.
  2. Penyusunan perencanaan program yang menjadi prioritas hendaknya mempertimbangkan aspek ekonomi, social politik setempat yang tetap mengedepakan kepentingan masyarakat.
  3. Dimungkinkan pemerintah daerah melakukan inovasi terhadap perencanaan daerah tanpa terlalu merasa didikte oleh pemerintah pusat mengingat kewenagnan mengurus dan mengatur rumah tangga pemerintah daerah juga diakui oleh undang-undang.
  4. Perlu dilakukan kajian lebih lanjut terhadap dokumen yang seharusnya disusun oleh pemerintah daerah sehingga tidak menjadi beban, bila perlu dikembangkan suatu sisitim perencanaan yang secara terintegrasi dari pusat sampai kedaerah.
Referensi :

  1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang sisitim Perencanaan Pembangunan Nasional
  2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
  3. Ernan Rustiadi dkk, Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Jakarta, 2011.
  4. PKKOD-LAN, Manajemen Pemerintahan Daerah, 2008. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar