Selasa, 27 Agustus 2013



             STUDI KASUS STANDAR KOMPETENSI JABATAN STRUKTURAL
                                PADA KABUPATEN HALMAHERA UTARA



Pada pinsipnya penyelenggaraan pembangunan daerah didasarkan pada perbaikan dan pengembangan, diorentasikan pada peningkatan kapasitas sumber daya wilayah. Hal tersebut mengharuskan adanya empowering government. Otonomi daerah dipandang sebagai motor penggerak bagi perkembangan konsep desentralisasi disetiap tingkatan pemerintah daerah dimana ruang partisipasi semua pihak terlegitimasi secara kuat. Hal ini yang kemudian membuka peluang bagi perkembangan partisipasi masyarakat secara aspiratif dan pihak-pihak lain dalam skala yang besar. Kecenderungan ini diharapkan akan memacu laju perubahan paradigma pemerintahan yang sebelumnya sentralistik kearah desentralisasi yang didalamnya menuntut pemberdayaan masyarakat dalam pengambilan kebijakan pemerintah maupun sebagai social control bagi sepak terjang pemerintah lokal maupun  pemerintah pusat.
            Semangat desentralisasi ini bukan merupakan suatu konsep perubahan paradigma pemerintahan yang mudah. Karena ternyata dari kebijakan-kebijakan pemerintah menyangkut otonomi daerah banyak yang menimbulkan masalah-masalah baru. Kebijakan baru pemerintah melalui Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang selanjutnya disebut UU No. 32/2004 (sebelumnya Undang-Undang 22 Tahun 1999/UU No.22/1999) dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 yang selanjutnya disebut UU No.33/2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (sebelumnya Undang-Undang No. 25 Tahun 1999/UU No.25/1999) masih menyisahkan berbagai persoalan yang cukup pelik. Dapat digambarkan bahwa semangat berotonomi tidak signifikan dengan substansi pengelolaaan daearah secara otonom, karena saat ini inisiasi dari semua pihak terjebak dalam euphoria kebebasan dan banyaknya program bombastis yang memunculkan masalah baru. Ruang-ruang partisipasi untuk semua pihak kemudian dikuasai oleh elit-elit daerah, sehingga memunculkan pola penguasaan (  monopoli power-kekuasaan monopoli) disetiap sektor bahkan sampai pada subsektor yang lebih kecil (komunitas desa). Gejala ini menunjukan lahirnya sistem pengelolaan sentralistik bercorak kedaerahan                               
Diterapkannya desentralisasi saat ini telah mendorong daerah untuk berlomba-lomba melakukan pemekaran daerah. Salah satu dasar pertimbangan pemekaran daerah tersebut adalah menciptakan kemandirian. Ini dilakukan dengan tujuan otonomi daerah untuk meningkatkan pelayanan public guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat disamping sebagai sarana  pendidikan politik ditingkat lokal.
Dilihat dari sisi pembangunan daerah, berbagai tantangan dan permasalahan muncul dan akan dijumpai setelah adanya pemekaran daerah. Salah satu diantaranya adalah menyangkut pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM).
       Persoalan pembangunan SDM tidak bisa disepelekan dari kerangka acuan pemekaran wilayah. Karena harus disadari bahwa saat ini tidak satupun daerah di Indonesia yang potensi Sumber Daya Alam (SDA  dan Sumber Daya Manusia-nya (SDM) dalam keadaan positif, artinya berkecukupan dua-duanya. Karena tidak satu daerah pun kecuali kota-kota besar di pulau Jawa yang juga ibukota propinsi yang benar-benar siap untuk berotonomi. Ini karena faktor SDM yang kurang. Semua potensi  SDM yang berkemampuan tinggi lari ke kota-kota besar, ibarat laron yang mencari terang di malam hari.
       Sebagai daerah baru hasil pemekaran perlu mempersiapkan orang-orang untuk menduduki jabatan-jabatan tertentu di daerah baru. Kesulitan akan dijumpai pada jenjang kepangkatan dan kualitas SDM yang memadai untuk mengisi jabatan tersebut. Secara kuantitas mungkin hampir semua birokrasi di Indonesia mengalami kelebihan, namun secara kualitas masih sangat kurang sekali. Hal ini mengakibatkan sulitnya memenuhi kebutuhan SDM yang potensial untuk mengelola pemerintahan dan mengelola SDM Aparatur yang ada, meskipun di daerah lama (daerah induk pemekaran). Padahal kenyataan menunjukan Negara/daerah yang memiliki SDM tinggi relatif unggul dibandingkan dengan sebaliknya.
       Namun perlu disadari bahwa  bagi daerah yang baru dimekarkan, untuk memenuhi kebutuhan SDM yang berkualitas tidak semudah seperti yang dibayangkan. Sulit memang memenuhinya, namun usaha ke arah itu harus terus dilakukan. Oleh sebab itulah, seharusnya dalam pelaksanaan otonomi daerah sedapat mungkin salah kaprah penerapan otonomi daerah harus diminimalkan. Sebagai contoh kasus yaitu menyangkut pembagian kawasan pemekaran sepertinya berlomba-lomba mengklaim wilayahnya masing-masing dengan melihat potensi SDA yang diincar sebagai Pendapatan Asli Daerah. Kondisi ini menyebabkan eksploitasi SDA membabai buta dan tidak memperhatikan sama sekali aspek lingkungan. Ditambah lagi dengan muncul pemikiran baru bahwa keberhasilan pembangunan daerah tolak ukurnya adalah Pendapatan Asli Daerah, padahal bukan hanya itu orientasinya melainkan meningkatnya pendapatan perkapita  (income percapita) masyarakat. Hal ini berarti menyangkut tingkat kesejahteraan masyarakat atau manusia Indonesia. Itu sebabnya pemenuhan akan kebutuhan SDM harus diperhatikan mengingat pentingnya pengembangan SDM tersebut dalam mendorong pembangunan daerah diera otonomi.
       Apabila kita berbicara  menyangkut SDM maka pada dasarnya kita tidak akan lepas dari bagaimana meningkatkan peran serta dan sumbangan SDM dalam suatu organisasi agar optimal dalam proses transformasi barang dan jasa baik disektor privat maupun disektor publik. Berbicara menyangkut SDM sama halnya dengan  SDM aparatur yang bergerak disektor publik. Karena SDM aparatur  bertujuan memberikan sumbangan yang optimal dalam memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.
       Dewasa ini dari hasil pengamatan sejak diberlakukannya UU No. 22/1999 sampai  UU No. 32/2004 masih dijumpai masalah dan kelemahan dalam bidang SDM Aparatur pemerintah daerah, antara lain: di bidang kualitas dan kuantitas, di bidang pendidikan dan latihan, di bidang kesejahteraan, di bidang pengembangan karier, mutasi pegawai serta timbulnya sikap-sikap primodialisme dan kedaerahanan yang sempit dalam penempatan pegawai. Oleh sebab itulah untuk mengatasi hal yang seperti ini harus ada upaya yang sisitimatis dalam meningkatkan kapasitas SDM Aparatur agar mampu bekerja secara optimal dalam memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.
       Pada saat ini pemerintah Halmahera Utara sedang mempersiapkan sistem manajemen kepegawaian yang rasional,  dan meliputi penyusunan, standar kompetensi jabatan, dan sistim manajemen kepegawaian itu sendiri. Dalam Undang-undang 43 tahun 1999 (UU No. 43/1999) tentang perubahan atas Undang-undang 8 Tahun 1974 tentang pokok-pokok kepegawaian diamanatkan tentang arah reformasi manajemen kepegawaian dalam rangka pendekatan manajemen SDM Aparatur yang rasional dan modern. Apabila  diterjemahkan lebih lanjut maka tujuan pokok dari reformasi kepegawaian adalah menciptakan suatu sistem yang mampu mengembangkan profesionalisme dan pola karier yang berorientasi pada kinerja dalam rangka pencapaian tujuan organisasi serta dengan memeperhatikan renumerasi yang wajar. Reformasi kepegawaian harus disusun secara matang dan sistimatik dengan tata cara yang jelas.   

Data Jabatan Struktural
Pada Pemda Halmahera Utara
Tahun 2010

 






Sumber : BKD 2010
 







            Sumber : BKD 2010
 





      
                Sumber : BKD 2010


 




Dari data tersebut diatas kembali menegaskan tentang pentingnya pelaksanaan pembinaan dan perencanaan SDM dalam hal ini menyangkut manajemen pegawai maupun pengembangan karier pegawai sehingga memiki pospek yang jelas menyangkut arah perkembangan karier pegawai.
Penggunaan kompetensi sebagai aspek pembangunan SDM seakan menjadi trend dalam mewujudkan suatu organisasi yang memiliki kemampuan bersaing yang tinggi. Bukan saja disektor swasta yang orientasinya adalah menarik keuntungan (Profit Oriented) tapi juga pemerintah dalam upaya peningkatan model pelayanan prima kepada masyarakat. Dalam Undang-Undang No. 43 Tahun 1999 pasal 17 ayat (2), dinyatakan bahwa “Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam suatu jabatan dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalisme sesuai dengan kompetensi, prestasi kerja, dan jenjang pangkat yang ditetapkan untuk jabatan itu serta syarat obyektif lainnya tanpa membedakan jenis kelamin, suku, agama, ras, atau golongan “.
Istilah kompetensi adalah suatu istilah yang lazim digunakan dalam Manajemen Sumber Daya Manusia dewasa ini. Kompetensi dipercaya sebagai faktor yang memegang kunci dalam keberhasilan seseorang. Identifikasi kompetensi yang tepat dianggap memiliki nilai prediksi yang cukup valid terhadap kinerja, dimana kompetensi dapat digunakan untuk mengelola sumber daya manusia dalam organisasi yang mempunyai kepribadian yang berbeda-beda dan dapat membantu organisasi untuk menempatkan pegawai sesuai dengan kemampuannya. Salah satu aplikasi pengunaan kompetensi ini dalam bidang sumber daya manusia atau kepegawaian adalah dalam sistem manajemen dan pengembangan karier. Yang hasilnya akan mempermudah para pegawai dalam menentukan sasaran kariernya dan bagi organisasi akan mempermudah proses pengangkatan pegawai dalam jabatan. Bahkan kebijakan menyangkut pemenuhan standar kompetensi jabatan telah diatur dengan Surat Keputusan Kepala BKN No. 43 Tahun 2001 tentang Standar Kompetensi Jabatan Struktural Pegawai Negeri Sipil (PNS). Namun yang menjadi pertanyaan besarnya bagaimana penerapannya di lapangan. Karena terkadang untuk daerah tertentu sosialisasi standar Kompetensi Jabatan Struktural PNS tidak berlangsung dengan baik, akibatnya hal tersebut hanya menjadi mimpi bagi pemerintah karena daerah merasa bahwa standar tersebut terlalu tinggi.

Untuk memberikan pelayanan yang optimal pada masyarakat, dituntut adanya Sumber Daya Manusia Pegawai Negeri Sipil yang profesional dan mampu berperan sebagai agen pembaharuan akan sangat diperlukan dalam mengantisipasi tantangan globalisasi dan dinamika perubahan lingkungan yang sangan turbulen pada saat ini.
Diperlukan adanya standar kompetensi jabatan yang akan merumuskan secara jelas mengenai kedudukan, tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak yang dimiliki. Dalam standar kompetensi jabatan dijelaskan keahlian, keterampilan dan tingkatan menajerial tertentu yang harus dimiliki oleh pemegang jabatan tersebut. Oleh karena itu dewasa ini kompetensi menjadi salah satu persyaratan bagi Pegawai Negeri Sipil dalam menduduki suatu jabatan struktural. Hal ini dimaksudkan agar setiap jabatan yang diisi tersebut memang benar-benar diisi oleh mereka yang mampu melaksanakan tugas secara baik.
Secara umum, pengangkatan pegawai dalam jabatan struktural pada pEMDA kabupaten Halmahera Utara belum didasarkan pada analisis kompetensi dalam mengisi jabatan struktural. Hal ini disebabkan karena sejak dilakukan  pemekaran wilayah tahun 2003, pemerintah selalu menghadapi masalah yang sama yaitu menyangkut pemenuhan akan SDM Aparatur baik dari segi kualitas maupun kuantitas yang masih sangat kurang. Pemerintah daerah dan juga Baperjakat masih terfokus pada pemenuhan persyaratan kepangkatan dan pendidikan dan latihan dibandingkan dengan kompetensi yang seharusnya dimiliki oleh pejabat struktural.


Kesimpulan & Saran :

Dari bahasan diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan antara lain :
    1.        Pola pengangkatan Pegawai dalam jabatan struktural pada Pemda  kabupaten Halmahera Utara pasca pemekaran wilayah kabupaten masih terbatas pada pada pengisian jabatan struktural untuk disesuaikan dengan persyaratan kepangkatan dan diklat kepemimpinan, tidak pada pemangkasan jabatan-jabatan yang tidak diperlukan. Pengembangan untuk fungsional juga belum tersentuh dan dipikirkan secara baik oleh kabupaten ini.
    2.        Mengenai standar kompetensi jabatan struktural  pada Pemda kabupaten Halmahera Utara secara operasional belum dilakukan sepenuhnya. Namun standar kompetensi itu sendiri dalam pelaksanaannya masih di nilai sulit dilakukan karena persyaratan kepangkatan dan senioritas seringakali menjadi pertimbangan dalam pengangkatan pegawai dalam jabatan di bandingkan kompetensi yang seharusnya dimiliki. Hal ini juga dipengaruhi  oleh penataan struktur kelembagaan baik penentuan kebijakan strategis, pembagian satuan organisasi dan personil (SDM Aparatur) masih belum berjalan secara maksimal karena Pemda  Kabupaten Halmahera Utara masih kekurangan SDM Aparatur baik di tingkat pejabat struktural maupun staf.



5.2.      Saran
Berikut ini beberapa saran yang dapat dikemukakan, yaitu :
1.    Dalam upaya membenahi Manajemen Karier perlu dibentuk Tim Analisis Kompetensi Jabatan (TAKJ) yang bertugas melakukan analisis terhadap kompetensi yang dimiliki dari seorang Pegawai.
2.    Mengutus para pejabat terkait dan Pegawai yang termasuk didalam tim analisis kompetensi untuk mengikuti diklat tentang manajemen sumber daya manusia berbasis kompetensi terutama dalam pengembangan manajemen karier, atau melakukan In House Training yaitu dengan melaksanakan diklat manajemen sumber daya manusia berbasis kompetensi di daerah dengan mengundang para pakar manajemen dan kompetensi sebagai nara sumber.
3.    Sedangkan untuk pengangkatan Pegawai dalam jabatan struktural yang tidak sesuai kemampuan akibat restrukturisasi, sebenarnya dapat diatasi dengan pengangkatan Pegawai tersebut dalam jabatan fungsional apabila dinilai tidak memenuhi syarat untuk duduk dalam jabatan struktural lainnya.
4.    Agar konsep kompetensi dasar ini dapat berjalan dengan lancar, maka beberapa pra syarat yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut :
a.    Adanya dukungan dari pembuat kebijakan, yang dalam hal ini adalah kepala daerah dan DPRD. Hal ini sangatlah penting mengingat lancar tidaknya konsep kompetensi tergantung dari kebijakan yang diambil pimpinan.
b.    Harus dilaksanakan secara transparan sehingga konsep ini benar-benar dapat diterima oleh oleh semua pihak.
c.    Adanya Tim Independent untuk melakukan penilaian kompetensi individu, yang bertugas melakukan penilaian terhadap pegawai yang akan duduk dalam jabatan sehingga dapat ditindak lanjuti dengan penilaian/pengukuran kompetensi individu atau pegawai.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar